Maandag 06 Mei 2013

sosiologi pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
      
A. Latar Belakang  Masalah
            Di dalam dunia pendidikan sangat diperlukan untuk membangun hubungan antara guru dengan murid agar tujuan-tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Agar proses pendidikan yang intinya merupakan interaksi antara guru dan  murid itu dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang ditetapkan, seorang guru sebagai pelaku utama kegiatan pendidikan harus memerlukan persiapan, baik dari segi penguasaan terhadap ilmu yang diajarkannya, kemampuan menyampaikan ilmu tersebut secara efisien dan tepat sasaran kepada obyek didik yang bervariasi dari kepribadian atau akhlaknya.
Selain itu, agar proses pendidikan dapat tercapai dengan baik yang sangat perlu dilakukan adalah menciptakan hubungan interaksi antara guru dan murid agar berjalan dengan baik dan sehat. Guru melakukan tugas dan perannya yaitu sebagai fasilisator, motivator, inovator dan lain-lain dan murid juga melakukan apa yang menjadi tugasnya sehingga antara tugas guru dan murid bisa berjalan seimbang.
            Karena hubungan guru dan murid bisa seperti hubungan antara orang tua dan anaknya karena guru disebut juga pegantinya orang tua jika disekolah jadi seorang guru dituntut untuk bisa memahami,mengerti apa yang menjadi keluhan dalam proses pembelajran serta seorang guru bisa menjadi teman curhat si murid karna murid biasanya mempunyai masalah internal dan eksternal.
            Dari keterangan di atas penulis ingin mengetahui dan memahami tentang bagaimana hubungan antara guru dan  murid sehingga kami sebagai penulis membuat makalah tentang hubungan guru dan murid yang makalah ini ada hubugannya dengan mata kuiah kami yaitu mata kuliah sosiologi pendidikan.
 B.  Rumusan Masalah  
1.  Apa makna dari seorang guru terhadap murid ?
2   Apahubungan tingkah lakumurid dan guru dalam proses pembelajaran ?
3.  Apakah hubungan guru dan murid mempengaruhi prestasi murid disekolah ?
BAB II                                                                                                                             PEMBAHASAN
A.    Makna Seorang Guru Terhadap Murid
            Sebagai seorang guru, kita dituntut untuk mengetahui dan menguasai segala persoalan dalam system pendidikan dan pengajaran. Seperti tujuan pendidikan, prestasi belajar siswa, faktor yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar serta iklim sekolah yang membentuk suasana pribadi para lulusan yang merupakan produk yang diharapkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan. Dan pada pembahasan kali ini akan disampaikan lingkup yang lebih spesifik dari sistem pendidikan yang terjadi di sekolah, bahkan lebih spesifik lagi dari sistem pengajaran, yaitu hubungan antara guru dengan siswa.
Makna kerja Guru Terhadap Murid
•Guru adalah orang yang memberikan pengetahuan terhadap anak didik 
• Anak didik adalah setiap orang yang menerimapengarahan dari seseorang / sekelompok orang yangmenjalankan kegiatan pendidikan
•Pendidikan adalah usaha sadar dari pendidik yangbertujuan untuk mengembangkan kualitas peserta didik dalam rangkaian belajar mengajar
•Guru –Murid
            Pilar utama dalam aktivitas pendidikan
Masing-masing menpunyai peran dan kewajiban yangberbeda sesuai denagan konstruksi structural lingkungan dalam bingkai dunia pendidikan
Keduanya terikat suatu tata nilai terpola sesuai denganposisi yang di perankan.Mempunyai hubungan timbal balik lugas maupun tidak lugas demi mencapai tujuan kegiatan pendidikan.


            Sebagai seorang guru, kita dituntut untuk mengetahui dan menguasai segala persoalan dalam system pendidikan dan pengajaran. Seperti tujuan pendidikan, prestasi belajar siswa, faktor yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar serta iklim sekolah yang membentuk suasana pribadi para lulusan yang merupakan produk yang diharapkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan. Dan pada pembahasan kali ini akan disampaikan lingkup yang lebih spesifik dari system pendidikan yang terjadi di sekolah, bahkan lebih spesifik lagi dari system pengajaran, yaitu hubungan antara guru dengan siswa.     
Dengan demikian, guru mempunyai peran yang sangat penting dalam kesuksesan pembelajaran siswa. Dan guru juga harus memiliki keterampilam khusus untuk berkomunikasi dengan siswanya, sebagaimana telah dikatakan Thomas Gordon dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1976, bahwa titik terpenting yang perlu diperhatikan dalam hubungan antara guru dengan siswa adalah dimilikinya oleh guru tersebut keterampilan istimewa untuk berkomunikasi.
            Didalam kompetensi professional yang harus dimiliki oleh guru terdapat salah satu kompetensi yang disebut : kompetensi untuk melaksanakan interaksi belajar mengajar. Didalamnya terdapat satu unsure yang disebut : kemampuan berbicara dalam arti menyampaikan pengajaran kepada siswa. Makna berbicara itu sendiri sebenarnya sudah sangat kita pahami, yaitu mengutarakan suara atau kata-kata yang dapat dipahami oleh lawan bicaranya. Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk berbicara hingga sekarang ini. Tapi dalam hal hubungan antara guru dan murid, arti berbicara tidak sesederhana itu.
Berbicara tidak hanya sekedar mengucapkan kalimat. Walaupun kalimat itu sudah mencakup kaidah berbicara yang baik dan benar. Baik dari pokok, predikat, dan keterangan sudah tertata dengan rapid an baik. Akan tetapi berbicara disini adalah pembicaraan yang mengandung makna pendidikan. Pembicaraan yang dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan pendidikan siswa. Maka dari itu, guru dituntut untuk menjaga serta melatih ‘cara berbicaranya’ agar berdampak positif terhadap siswa yang diajarnya. Karena semua yang dilakukan guru, baik dari perkataan maupun perbuatan, semuanya akan dilihat dan ditiru oleh siswanya. Inilah pentingnya keterampilan berbicara yang dimiliki oleh guru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ‘berbicara’ merupakan sesuatu yang rawan dalam hubungan guru dengan siswa .
            Selain berbicara, ‘mendengarkan’ juga termasuk sesuatu yang rawan dalam peristiwa berlajar yang dialami oleh siswa. Dalam hal inipun orangtua dan guru (dalam kondisi fisik normal) sudah dibekali dengan suatu kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Mereka telah melakukannya setiap hari. Mereka tidak perlu memikirkan apa yang mereka dengan, serta terjadilah suatu proses komunikasi (dianggap dan dirasakan) sudah selesai dengan yang diinginkan. Nampaknya komunikasi yang terjadi sudah cukup lancer dan semua pembicaraan timbal balik terasa terpahami oleh lawan bicara. Dengan kesimpulan demikian maka tidak menghrankan kalau disimpulkan bahwa (1) apa yang diaktakan sudah cukup jelas, (2) apa yang didengar sudah benar .
            Dengan keyakinan bahwa setiap orang sudah berbicara baik dan jelas, serta bahwa setiap orang sudah mendengarkan dengan baik dan cermat, maka berlebih-lebihanlah kiranya apabila guru dikelas masih juga berkali-kali mengingatkan kepada siswa :”Dengarkan baik-baik!” hal seperti itu semestinya tidak perlu terjadi.Kerawanan lain dalam hubungan guru dengan siswa adalah adanya kecenderungan dari pihak guru untuk menyamaratakan siswa. Walaupun masih kecil, siswa adalah seseorang yang memiliki keistimewaan tersendiri. Ketika kita bergaul dengan siswa, mungkin kita akan dihinggapi dugaan negative tentang siswa tersebut. Kadang-kadang kita berpikir bahwa mereka adalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jadi kita bisa berbuat apa saja kepada mereka tanpa memikirkan kemungkinan dia akan sakit hati oleh perkataan dan perlakuan kita.
            Para pendidik kadang-kadang lupa bahwa mereka juga mempunyai perasaan seperti orang dewasa. Mereka juga berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, perlakuan terhadap mereka juga harus berbeda. Diantara mereka mempunyai latar belakang yang berbeda, sifat, kebiasaan, hoby dan lainnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa semua individu yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar adalah manusia. Guru adalah manusia. Siswa juga manusia. Sebagai halnya manusia lain, siswa akanmerasa jemu jika diberi hal yang sama terus menerus, akan mengendor semangatnya jika direndahkan, mempunyai keinginan untuk mandiri, untuk dihargai, ingin dihormati haknya sebagai pribadi, serta lain-lain sifat seperti manusia dewasa .
Interaksi edukatif antara guru dan murid dalam kontekssosial
•Manusia sebagai mahluk sosial, selalu membutuhkanorang lain dalam kehidupannya terjadi hubungantimbal balik secara ilmiah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya
Terjadi komunikasi dua arah melalui bahasa yangmengundang tindakan dan perbuatan
Terjadi aksi dan reaksi dengan terjadinya interaksi
•Interaksi edukatif adalah interaksi yang bernilaiedukatif yaitu interaksi yang dengan sadar bertujuan
•Interaksi edukatif harus menggambarkan hubunganaktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai medianya sehingga hubungan tersebut menjadi bermakna.
Ciri interaksi edukatif adalah : ( Djamamal : 1980 )
1.Mempunyai tujuan :
•Membantu anak dalam perkembangan
•Menempatkan siswa sebagai pusat perhatian
2.Mempunyai prosedur yang di rencana yang sistematisdan relevan
3.Di tandai dengan suatu penggarapan materi yang khusus
4.Adanya aktivitas siswa yang positif 
5.Guru berperan sebagai pembimbing
•Guru menghidupkan dan memberikan motifasi agarterjadi proses interaksi yang kondusif 
•Guru sebagai mediator
Guru sebagai tokoh yang akan di lihat dan di tiru oleh siswa
•Guru sebagai designerMemimpin dalam interaksi belajar-mengajar
6.Di butuhkan kedisiplinan
7.Ada batas waktu, serta menjadikan diri guru sebagai suri tauladan yang baik kepada murid. Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Anak memandang pendidik sebagai figure terbaik, yang tindak-tanduk dan sopan-santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru. Bahkan perkataan, perbuatan dan tindak-tanduk guru akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak.
            Menurut Nasih Ulwan, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak. Ia menambahkan:Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya, jika pendidik adalah seorang pembohong, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina.

        B. Hubungan Guru dan Murid dalam proses pembelajaran
            Hubungan guru-murid banyak ragamnya bergantung pada guru,murid serta situasi menurut pribadi dan situasi yang dihadapi.Untuk mempelajarinya kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab dengan muridnya. Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas dan jarak sosial tertentu.Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia.Juga dalam rekreasi ia mempertahankan jarak itu.Guru tetap merasa berkuasa dan berhak untukmemberikan perintah diharapkannya agar perintah itu juga ditaati. Guru yang otoriter ini, yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan di ajak oleh murid-murid dalam kegiatan santai dan gembira. Murid juga tidak akan mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan murid tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti, mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki sifat yang bijaksana.Sebaliknya guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa.
            Adapula klasifikasi lain tentang peranan guru yakni dengan membedakan tipe guru yang dominatif dan yang intergeratif. Tipe guru yang dominatif mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan mengatur kelakuan murid dan menginginkan kompornitas dalam kelakuan mereka. Guru ini sering mencampuri apa yang dilakukan murid dan hal ini dapat menimbulkan konflik antar dia dan murid. Sebaliknya guru yang intergeratif membolehkan anak untuk menentukan sendiri apakah ia suka melakukan apa yang disarankan oleh guru. Murid-murid diajak berunding dan merencanakan bersama apa yang dikerjakan atau dipelajari untuk mencapai tujuan yang ditentukan bersama.(Djumhur, Surya, 1897: 131)
            Kita dapat mengamati kelakuan anak didalam kelas dan mencoba melihat hubungannya dengan tindakan guru. Tak semua perbuatan anak diakibatkan oleh perbuatan guru, juga tidak selalu mudah dipastikan bahwa kelakuan anak ada hubungannya dengan kelakuan guru. Bila kita ambil tipe guru yang dominatif dan yang intergratif, maka kelakuan guru dapat kita klasifikasikan sebagai berikut :
(1) dominasi guru dengan menimbulkan konflik.
(2) dominasi guru tanpa menimbulkan konflik.
(3) dominasi guru mengakibatkan adanya kerjasama dikalangan murid .
(4) integrasi dengan adanya kerjasama.
(5) integrasi dengan adanya tanda kerjasama.
            Ketiga kategori pertama dalam prinsipnya dominatif. Guru membuat keputusan tanpa merundingkan dengan murid dan tanpa partisipasi murid. Dalam kedua kategori terakhir yang bersifat integratif guru mempertimbangkan keinginan dan minat murid, bahkan mengajak muridturut serta mengambil keputusan.(Nasution  S, 2009:128)


            Seorang guru seharusnyanya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswanya. Untuk memahami permasalahan siswa, guru sebaiknya mengikuti delapan gambaran tentang guru seperti yang dikemukakan oleh Thomas Gordon sebagai berikut :
1. Guru yang baik adalah guru tenang (tetapi tidak “louo”), tidak pernah kehilangan ketenangannya, tidak pernah menunjukkan emosi yang menyala.
2. Guru yang baik tidak pernah mempunyai syak wasangka terhadap siswa, bertindak adil (tidak pernah membedakan siswa dari segi agama, suku, asal-usul dan sebagainya yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah).
3. Guru yang baik adalah yang dapat menyembunyikan perasanaannya dari pandangan siswa.
4. Guru yang baik adalah guru yang dapat memandang semua siswanya sama, seshingga tidak mempunyai siswa kesayangan.
5. Guru yang baik adalah guru yang mampu meciptakan lingkungan belajar yang menarik, bebas, member dorongan kepada siswanya untuk sadar dan mau belajar demi belajar.
6. Guru yang baik adalah guru yang konsisten, tidak pernah berubah-ubah pendirian, lupa, berperasaan tinggi atau rendah, atau sering berbuat kesalahan.
7. Guru yang baik adalah guru yang pandai, cekatan, mampu memberikan jawaban semua pihak sehingga pihak yang mengajukan pertanyaan menjadi puas, bijaksana dalam memperlakukan siswa.
8. Guru yang baik adalah guru yang sanggup memberikan bantuan secara maksimal kepada siswa sehingga siswa-siswi tersebut dapat berkembang secara optimal di sekolah.
            Dengan singkat dapat dikatakan bahwa guru yang baik haruslah mempunyai kelebihan dalam segala hal: harus lebih baik, lebih memiliki pengalaman, lebih menguasai pengetahuan, lebih sempurna dibandingkan dengan orang lain. Kepada mereka yang ingin mendapat julukan guru yang baik harus sabar, membei banyak kebebasan pada siswa, jujur, konsisten, cermat, dan lain-lain.

            Seorang guru dituntut untuk lebih baik dari segala hal. Dan jangan sampi kekurangannya nampak didepan siswanya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa guru yang baik harus berbudi luhur, Menurut Thomas Gordon, guru yang baik adalah guru yang manusia biasa, yakni guru yang mempunyai keunikan sendiri yang tidak sama dengan guru lain. Mereka ingin lebih dekat dengan siswanya yang merupakan manusia juga. Maka dapat dikatakan bahwa model hubungan yan baik anatara guru dan siswa adalah apabila guru dan siswa sama-sama pernah merasakan menang dan merasakan kalah .
            Siswa akan dapat belajar dengan baik apabila dapat terjalin hubungan yang baik antara guru dengan siswa. Menurut Thomas Gordon, hubungan yang baik antara guru dengan siswa adalah hubungan yang :
1. Memiliki keterbukaan (openness or transparency) sehingga masing-masing pihak merasa bebas bertindak dan saling menjaga kejujuran.
2. Mengandung rasa saling menjaga, saling membutuhkan serta saling berguna bagi pihak lain.
3. Diwarnai oleh rasa saling tergantung satu sama lain.
4. Masing-masing pihak meraskaan terpisah satu sama lin sehingga saling memberikan kesempatan untuk mengembangkan keunikannya, kreativitasnya dan individualisasinya.
5. Dirasakan oleh masing-masing pihak sebagai tempat bertemunya kebutuhan-kebutuhan sehingga kebutuhan satu pihak hanya dapat terpenuhi bersama-sama dengan dan melalui terpenuhinya kebutuhan pihak lain.
C.    Hubungan guru dan murid mempengaruhi prestasi murid disekolah
            Hubungan guru dengan murid memiliki hubungan dengan prestasi siswa. Bukan maksud Wobber untuk menyimpulkan keeratan hubungan antara guru dan siswa itu memiliki berakibat pada meningkatnya prestasi siswa. Namun, ia menekankan bahwa semakin erat keterikatan dan semakin kuat bentuk kontrol yang terjalin antara guru dan siswa, semakin baik prestasi siswa.
            Keterikatan hubungan antara guru dan siswa itu melibatkan adanya kejujuran, keterbukaan, dan saling penghormatan antara guru dan siswa. Hubungan ini membuat atmosfer kelas berubah menjadi ruang kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk belajar dengan menyenangkan dengan apapun. Di aspek lain, hubungan antara guru dan siswa yang bersifat kontrol itu juga penting karena ini dapat mempermudah guru untuk mengatur kelas, mempermudah guru memberi instruksi kepada siswa, dan mendapat perhatian siswa ketika ia berpresentasi.

Lebih lanjut, hasil penelitian Wobber yang berjudul “The Comparison of Teacher-Students Relationship between Netherland and Indonesia" menunjukan hubungan guru-siswa di Belanda lebih cenderung bersifat terikat (affiliative), sedangkan di Indonesia lebih cenderung bersifat kontrol. “Dominannya Guru-guru di Indonesia itu 
directive danauthoritative sedangkan guru-guru di Belanda lebih bersifat toleran.” Tentunya Wobber menyadari bahwa ada pengaruh budaya yang membuat dua negara ini memiliki karakter hubungan guru-siswa yang berbeda. “Di Belanda, power distanceitu rendah sedangkan Indonesia termasuk bangsa berkarakter power distance yang tinggi”.
            Kendati demikian, dia merekomendasikan Indonesia untuk menerapkan kedekatan hubungan guru dan siswa yang bersifat terikat. “Pasalnya, keterikatan dan kontrol itu faktor yang mendukung satu sama lain dalam kesuksesan kegiatan di kelas, jadi ada baiknya guru di Indonesia memikirkan bagaimana mengadaptasi bentuk hubungan keterikatan yang sesuai dengan budayanya”, terangnya. Sebagai contoh dari hal termudah, hubungan keterikatan di kelas bisa ditunjukan dengan bahasa non-verbal seperti menjelaskan pelajaran sambil berjalan mendekati siswa-siswa ketimbang duduk saja di meja, menjelaskan pelajaran dibantu dengan gerakan tubuh atau ekspresi muka, dan menggunakan candaan di kelas. “Yang terpenting, guru harus mampu membangun kedekatan antarpersonal sekaligus mampu mengontrol kelas tanpa membuat siswa menyadari bahwa dia di dalam kontrol.”, terangnya.

            Namun, rekomendasi dari hasil penelitian ini bisa saja hanya berstatus lips service. Jadi, agar keterikatan hubungan guru dan siswa ini bisa tertanam sebagai karakter guru dan siswa, Wobber menekankan pentingnya internalisasi pengetahuan kewarganegaraan “Di Belanda, demokrasi diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ada proses mendengar satu sama lain, bahkan antara guru dan siswa, sehingga terjadi kesalingpahaman dan akhirnya terjalin hubungan saling menghargai dan mendukung.”, jelas Dekan Faculty of Social and Behavior Science dari Utrecth University ini.



BAB III                                                                                                                                  PENUTUP
A.KESIMPULAN
           
Respons anak terhadap setiap guru berbeda-beda karena tergantung pada berbagai-bagai faktor, antara lain pribadi guru itu sendiri, tanggapannya terhadap peranannya, pribadi anak dengan latar belakang pendidikannya dalam keluaga, usia anak, masyarakat dengan konsep serta penghargaan mereka atas pendidikan dan peranan guru, adat-istiadat, suasana sekolah dan kelas, struktur dan golongan sosial murid, dan sebagainya.
             Kita dapat mengklasifikasikan guru dalam dua tipe, yakni yang otoriter-dominatif dan yang demokratis-integratif. Berdasarkan klasifikasi itu dapat kita kumpulkan data tentang respons murid terhadap tipe guru. Sikap anak mungkin juga dipengaruhi oleh sikap orangtua terhadap guru dan suasana dalam keluarga.
            Ada kemungkinan terdapat perbedaan antara respons anak-anak SD dan murid-murid SM. Murid-murid SM yang harus dipersiapkan untuk Perguruan Tinggi dan harus banyak belajar perlu didorong dan dipaksa. Untuk itu mereka inginkan guru yang berwibawa, otoriter, disipliner atau dominatif. Dalam bidang akademis akademis tampaknya guru otoriteer lebih berhasil daripada guru demokratis-integratif. Namun masih perlu dipertanyakan apakah guru otoriter lebih berhasil dalam segala aspek pendidikan pada semua tingkat sekolah? Apakah hasil yang sama tidak dapat dicapai oleh guru demokratis dengan mengajarkan ank teknik belajar yang efektif?
             Hasil belajar murid, khususnya dalam bidang akademis, banyak bergantung pada kemampuan guru mengajar. Dalam bidang lain, seperti bidang afektif, kita tidak mengetahui bagaimanakah pengaruh guru terhadap perkembangan pribadi atau watak anak. Namun dari sekolah diharapkan agar anak dikembangkan menjadi warga negara yang baik yang mengenal, menghargai serta menerapkan nilai-nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh Bangsa dan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution  S. 1983. Sosiologi Pendidikan, Bandung : Jemmars.
Nasution  S. 2009. Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT.Bumi Aksara.
Djumhur, Surya. 1897. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung : C.V Ilmu.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking