BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di
dalam dunia pendidikan sangat diperlukan untuk membangun hubungan antara guru
dengan murid agar tujuan-tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Agar
proses pendidikan yang intinya merupakan interaksi antara guru
dan murid itu dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang
ditetapkan, seorang guru sebagai pelaku utama kegiatan pendidikan harus
memerlukan persiapan, baik dari segi penguasaan terhadap ilmu yang
diajarkannya, kemampuan menyampaikan ilmu tersebut secara efisien dan tepat
sasaran kepada obyek didik yang bervariasi dari kepribadian atau akhlaknya.
Selain itu, agar proses pendidikan dapat
tercapai dengan baik yang sangat perlu dilakukan adalah menciptakan hubungan
interaksi antara guru dan murid agar berjalan dengan baik dan sehat. Guru
melakukan tugas dan perannya yaitu sebagai fasilisator, motivator, inovator dan
lain-lain dan murid juga melakukan apa yang menjadi tugasnya sehingga antara
tugas guru dan murid bisa berjalan seimbang.
Karena hubungan guru dan murid bisa
seperti hubungan antara orang tua dan anaknya karena guru disebut juga
pegantinya orang tua jika disekolah jadi seorang guru dituntut untuk bisa
memahami,mengerti apa yang menjadi keluhan dalam proses pembelajran serta
seorang guru bisa menjadi teman curhat si murid karna murid biasanya mempunyai
masalah internal dan eksternal.
Dari keterangan di atas penulis
ingin mengetahui dan memahami tentang bagaimana hubungan antara guru
dan murid sehingga kami sebagai penulis membuat makalah tentang
hubungan guru dan murid yang makalah ini ada hubugannya dengan mata kuiah kami
yaitu mata kuliah sosiologi pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa makna dari seorang guru
terhadap murid ?
2 Apahubungan
tingkah lakumurid dan guru dalam proses pembelajaran ?
3.
Apakah hubungan
guru dan murid mempengaruhi prestasi murid disekolah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna Seorang Guru Terhadap
Murid
Sebagai seorang guru, kita
dituntut untuk mengetahui dan menguasai segala persoalan dalam system
pendidikan dan pengajaran. Seperti tujuan pendidikan, prestasi belajar siswa, faktor
yang berpengaruh dalam proses belajar mengajar serta iklim sekolah yang
membentuk suasana pribadi para lulusan yang merupakan produk yang diharapkan
seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan. Dan
pada pembahasan kali ini akan disampaikan lingkup yang lebih spesifik dari
sistem pendidikan yang terjadi di sekolah, bahkan lebih spesifik lagi dari sistem
pengajaran, yaitu hubungan antara guru dengan siswa.
Makna kerja Guru
Terhadap Murid
•Guru
adalah orang yang memberikan pengetahuan terhadap anak didik
• Anak
didik adalah setiap orang yang menerimapengarahan dari seseorang /
sekelompok orang yangmenjalankan kegiatan pendidikan
•Pendidikan
adalah usaha sadar dari pendidik yangbertujuan untuk mengembangkan
kualitas peserta didik dalam rangkaian belajar mengajar
•Guru –Murid
Pilar
utama dalam aktivitas pendidikan
Masing-masing
menpunyai peran dan kewajiban yangberbeda sesuai denagan
konstruksi structural lingkungan dalam bingkai dunia pendidikan
Keduanya
terikat suatu tata nilai terpola sesuai denganposisi yang
di perankan.Mempunyai hubungan timbal balik lugas maupun
tidak lugas demi mencapai tujuan kegiatan pendidikan.
Sebagai seorang guru, kita dituntut untuk
mengetahui dan menguasai segala persoalan dalam system pendidikan dan
pengajaran. Seperti tujuan pendidikan, prestasi belajar siswa, faktor yang
berpengaruh dalam proses belajar mengajar serta iklim sekolah yang membentuk
suasana pribadi para lulusan yang merupakan produk yang diharapkan seperti
tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan. Dan pada
pembahasan kali ini akan disampaikan lingkup yang lebih spesifik dari system
pendidikan yang terjadi di sekolah, bahkan lebih spesifik lagi dari system
pengajaran, yaitu hubungan antara guru dengan siswa.
Dengan demikian, guru mempunyai peran yang
sangat penting dalam kesuksesan pembelajaran siswa. Dan guru juga harus
memiliki keterampilam khusus untuk berkomunikasi dengan siswanya, sebagaimana
telah dikatakan Thomas Gordon dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1976, bahwa
titik terpenting yang perlu diperhatikan dalam hubungan antara guru dengan
siswa adalah dimilikinya oleh guru tersebut keterampilan istimewa untuk
berkomunikasi.
Didalam kompetensi professional yang harus dimiliki oleh guru terdapat salah satu kompetensi yang disebut : kompetensi untuk melaksanakan interaksi belajar mengajar. Didalamnya terdapat satu unsure yang disebut : kemampuan berbicara dalam arti menyampaikan pengajaran kepada siswa. Makna berbicara itu sendiri sebenarnya sudah sangat kita pahami, yaitu mengutarakan suara atau kata-kata yang dapat dipahami oleh lawan bicaranya. Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk berbicara hingga sekarang ini. Tapi dalam hal hubungan antara guru dan murid, arti berbicara tidak sesederhana itu.
Didalam kompetensi professional yang harus dimiliki oleh guru terdapat salah satu kompetensi yang disebut : kompetensi untuk melaksanakan interaksi belajar mengajar. Didalamnya terdapat satu unsure yang disebut : kemampuan berbicara dalam arti menyampaikan pengajaran kepada siswa. Makna berbicara itu sendiri sebenarnya sudah sangat kita pahami, yaitu mengutarakan suara atau kata-kata yang dapat dipahami oleh lawan bicaranya. Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk berbicara hingga sekarang ini. Tapi dalam hal hubungan antara guru dan murid, arti berbicara tidak sesederhana itu.
Berbicara tidak hanya sekedar mengucapkan
kalimat. Walaupun kalimat itu sudah mencakup kaidah berbicara yang baik dan
benar. Baik dari pokok, predikat, dan keterangan sudah tertata dengan rapid an
baik. Akan tetapi berbicara disini adalah pembicaraan yang mengandung makna
pendidikan. Pembicaraan yang dapat memberikan dampak positif terhadap
perkembangan pendidikan siswa. Maka dari itu, guru dituntut untuk menjaga serta
melatih ‘cara berbicaranya’ agar berdampak positif terhadap siswa yang diajarnya.
Karena semua yang dilakukan guru, baik dari perkataan maupun perbuatan,
semuanya akan dilihat dan ditiru oleh siswanya. Inilah pentingnya keterampilan
berbicara yang dimiliki oleh guru. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
‘berbicara’ merupakan sesuatu yang rawan dalam hubungan guru dengan siswa .
Selain berbicara, ‘mendengarkan’ juga termasuk sesuatu yang rawan dalam peristiwa berlajar yang dialami oleh siswa. Dalam hal inipun orangtua dan guru (dalam kondisi fisik normal) sudah dibekali dengan suatu kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Mereka telah melakukannya setiap hari. Mereka tidak perlu memikirkan apa yang mereka dengan, serta terjadilah suatu proses komunikasi (dianggap dan dirasakan) sudah selesai dengan yang diinginkan. Nampaknya komunikasi yang terjadi sudah cukup lancer dan semua pembicaraan timbal balik terasa terpahami oleh lawan bicara. Dengan kesimpulan demikian maka tidak menghrankan kalau disimpulkan bahwa (1) apa yang diaktakan sudah cukup jelas, (2) apa yang didengar sudah benar .
Dengan keyakinan bahwa setiap orang sudah berbicara baik dan jelas, serta bahwa setiap orang sudah mendengarkan dengan baik dan cermat, maka berlebih-lebihanlah kiranya apabila guru dikelas masih juga berkali-kali mengingatkan kepada siswa :”Dengarkan baik-baik!” hal seperti itu semestinya tidak perlu terjadi.Kerawanan lain dalam hubungan guru dengan siswa adalah adanya kecenderungan dari pihak guru untuk menyamaratakan siswa. Walaupun masih kecil, siswa adalah seseorang yang memiliki keistimewaan tersendiri. Ketika kita bergaul dengan siswa, mungkin kita akan dihinggapi dugaan negative tentang siswa tersebut. Kadang-kadang kita berpikir bahwa mereka adalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jadi kita bisa berbuat apa saja kepada mereka tanpa memikirkan kemungkinan dia akan sakit hati oleh perkataan dan perlakuan kita.
Selain berbicara, ‘mendengarkan’ juga termasuk sesuatu yang rawan dalam peristiwa berlajar yang dialami oleh siswa. Dalam hal inipun orangtua dan guru (dalam kondisi fisik normal) sudah dibekali dengan suatu kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Mereka telah melakukannya setiap hari. Mereka tidak perlu memikirkan apa yang mereka dengan, serta terjadilah suatu proses komunikasi (dianggap dan dirasakan) sudah selesai dengan yang diinginkan. Nampaknya komunikasi yang terjadi sudah cukup lancer dan semua pembicaraan timbal balik terasa terpahami oleh lawan bicara. Dengan kesimpulan demikian maka tidak menghrankan kalau disimpulkan bahwa (1) apa yang diaktakan sudah cukup jelas, (2) apa yang didengar sudah benar .
Dengan keyakinan bahwa setiap orang sudah berbicara baik dan jelas, serta bahwa setiap orang sudah mendengarkan dengan baik dan cermat, maka berlebih-lebihanlah kiranya apabila guru dikelas masih juga berkali-kali mengingatkan kepada siswa :”Dengarkan baik-baik!” hal seperti itu semestinya tidak perlu terjadi.Kerawanan lain dalam hubungan guru dengan siswa adalah adanya kecenderungan dari pihak guru untuk menyamaratakan siswa. Walaupun masih kecil, siswa adalah seseorang yang memiliki keistimewaan tersendiri. Ketika kita bergaul dengan siswa, mungkin kita akan dihinggapi dugaan negative tentang siswa tersebut. Kadang-kadang kita berpikir bahwa mereka adalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa, jadi kita bisa berbuat apa saja kepada mereka tanpa memikirkan kemungkinan dia akan sakit hati oleh perkataan dan perlakuan kita.
Para pendidik kadang-kadang lupa bahwa mereka
juga mempunyai perasaan seperti orang dewasa. Mereka juga berbeda satu dengan
yang lainnya. Oleh karena itu, perlakuan terhadap mereka juga harus berbeda.
Diantara mereka mempunyai latar belakang yang berbeda, sifat, kebiasaan, hoby
dan lainnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa semua individu yang terlibat dalam
kegiatan belajar mengajar adalah manusia. Guru adalah manusia. Siswa juga
manusia. Sebagai halnya manusia lain, siswa akanmerasa jemu jika diberi hal
yang sama terus menerus, akan mengendor semangatnya jika direndahkan, mempunyai
keinginan untuk mandiri, untuk dihargai, ingin dihormati haknya sebagai
pribadi, serta lain-lain sifat seperti manusia dewasa .
Interaksi edukatif antara
guru dan murid dalam kontekssosial
•Manusia
sebagai mahluk sosial, selalu membutuhkanorang lain dalam kehidupannya
terjadi hubungantimbal balik secara ilmiah dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhannya
•Terjadi komunikasi dua arah melalui bahasa yangmengundang
tindakan dan perbuatan
•Terjadi aksi dan reaksi dengan terjadinya
interaksi
•Interaksi
edukatif adalah interaksi yang bernilaiedukatif yaitu interaksi yang dengan
sadar bertujuan
•Interaksi
edukatif harus menggambarkan hubunganaktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai medianya sehingga hubungan
tersebut menjadi bermakna.
Ciri
interaksi edukatif adalah : ( Djamamal : 1980 )
1.Mempunyai tujuan :
•Membantu
anak dalam perkembangan
•Menempatkan
siswa sebagai pusat perhatian
2.Mempunyai
prosedur yang di rencana yang sistematisdan
relevan
3.Di
tandai dengan suatu penggarapan materi yang khusus
4.Adanya aktivitas siswa yang positif
5.Guru berperan sebagai pembimbing
•Guru
menghidupkan dan memberikan motifasi agarterjadi proses interaksi yang
kondusif
•Guru
sebagai mediator
Guru
sebagai tokoh yang akan di lihat dan di tiru oleh siswa
•Guru
sebagai designerMemimpin dalam interaksi belajar-mengajar
6.Di butuhkan kedisiplinan
7.Ada batas waktu, serta menjadikan
diri guru sebagai suri tauladan yang baik kepada murid. Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode
yang berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk
aspek moral, spiritual, dan etos sosial anak. Anak memandang pendidik sebagai
figure terbaik, yang tindak-tanduk dan sopan-santunnya, disadari atau tidak,
akan ditiru. Bahkan perkataan, perbuatan dan tindak-tanduk guru akan senantiasa
tertanam dalam kepribadian anak.
Menurut Nasih Ulwan, masalah
keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik-buruknya anak. Ia
menambahkan:Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka
si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan
menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu
pula sebaliknya, jika pendidik adalah seorang pembohong, khianat, durhaka,
kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat,
durhaka, kikir, penakut, dan hina.
B. Hubungan Guru dan Murid dalam proses pembelajaran
Hubungan guru-murid banyak ragamnya bergantung pada
guru,murid serta situasi menurut pribadi dan situasi yang dihadapi.Untuk
mempelajarinya kita dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang menjaga jarak dengan murid
dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab dengan muridnya. Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati
batas dan jarak sosial tertentu.Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan
dia.Juga dalam rekreasi ia mempertahankan jarak itu.Guru tetap merasa berkuasa
dan berhak untukmemberikan perintah diharapkannya agar perintah itu juga
ditaati. Guru yang otoriter ini, yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan
di ajak oleh murid-murid dalam kegiatan santai dan gembira. Murid juga tidak
akan mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru dan
murid tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani, ditakuti,
mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki sifat
yang bijaksana.Sebaliknya guru yang ramah akan dekat kepada muridnya.
Murid-murid suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan
membicarakan soal-soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa.
Adapula klasifikasi lain tentang peranan guru yakni dengan
membedakan tipe guru yang dominatif
dan yang intergeratif. Tipe guru yang
dominatif mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan mengatur kelakuan
murid dan menginginkan kompornitas dalam kelakuan mereka. Guru ini sering
mencampuri apa yang dilakukan murid dan hal ini dapat menimbulkan konflik antar
dia dan murid. Sebaliknya guru yang intergeratif membolehkan anak untuk
menentukan sendiri apakah ia suka melakukan apa yang disarankan oleh guru.
Murid-murid diajak berunding dan merencanakan bersama apa yang dikerjakan atau
dipelajari untuk mencapai tujuan yang ditentukan bersama.(Djumhur, Surya, 1897:
131)
Kita
dapat mengamati kelakuan anak didalam kelas dan mencoba melihat hubungannya
dengan tindakan guru. Tak semua perbuatan anak diakibatkan oleh perbuatan guru,
juga tidak selalu mudah dipastikan bahwa kelakuan anak ada hubungannya dengan
kelakuan guru. Bila kita ambil tipe guru yang dominatif dan yang intergratif,
maka kelakuan guru dapat kita klasifikasikan sebagai berikut :
(1) dominasi guru dengan menimbulkan konflik.
(2) dominasi guru tanpa menimbulkan konflik.
(3) dominasi guru mengakibatkan adanya kerjasama dikalangan murid .
(4) integrasi dengan adanya kerjasama.
(5) integrasi dengan adanya tanda kerjasama.
Ketiga kategori pertama dalam prinsipnya dominatif. Guru membuat keputusan tanpa merundingkan dengan murid dan tanpa partisipasi murid. Dalam kedua kategori terakhir yang bersifat integratif guru mempertimbangkan keinginan dan minat murid, bahkan mengajak muridturut serta mengambil keputusan.(Nasution S, 2009:128)
(1) dominasi guru dengan menimbulkan konflik.
(2) dominasi guru tanpa menimbulkan konflik.
(3) dominasi guru mengakibatkan adanya kerjasama dikalangan murid .
(4) integrasi dengan adanya kerjasama.
(5) integrasi dengan adanya tanda kerjasama.
Ketiga kategori pertama dalam prinsipnya dominatif. Guru membuat keputusan tanpa merundingkan dengan murid dan tanpa partisipasi murid. Dalam kedua kategori terakhir yang bersifat integratif guru mempertimbangkan keinginan dan minat murid, bahkan mengajak muridturut serta mengambil keputusan.(Nasution S, 2009:128)
Seorang guru seharusnyanya memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi siswanya. Untuk memahami permasalahan siswa, guru
sebaiknya mengikuti delapan gambaran tentang guru seperti yang dikemukakan oleh
Thomas Gordon sebagai berikut :
1. Guru yang baik adalah guru tenang (tetapi tidak “louo”), tidak pernah kehilangan ketenangannya, tidak pernah menunjukkan emosi yang menyala.
2. Guru yang baik tidak pernah mempunyai syak wasangka terhadap siswa, bertindak adil (tidak pernah membedakan siswa dari segi agama, suku, asal-usul dan sebagainya yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah).
3. Guru yang baik adalah yang dapat menyembunyikan perasanaannya dari pandangan siswa.
4. Guru yang baik adalah guru yang dapat memandang semua siswanya sama, seshingga tidak mempunyai siswa kesayangan.
5. Guru yang baik adalah guru yang mampu meciptakan lingkungan belajar yang menarik, bebas, member dorongan kepada siswanya untuk sadar dan mau belajar demi belajar.
6. Guru yang baik adalah guru yang konsisten, tidak pernah berubah-ubah pendirian, lupa, berperasaan tinggi atau rendah, atau sering berbuat kesalahan.
7. Guru yang baik adalah guru yang pandai, cekatan, mampu memberikan jawaban semua pihak sehingga pihak yang mengajukan pertanyaan menjadi puas, bijaksana dalam memperlakukan siswa.
8. Guru yang baik adalah guru yang sanggup memberikan bantuan secara maksimal kepada siswa sehingga siswa-siswi tersebut dapat berkembang secara optimal di sekolah.
1. Guru yang baik adalah guru tenang (tetapi tidak “louo”), tidak pernah kehilangan ketenangannya, tidak pernah menunjukkan emosi yang menyala.
2. Guru yang baik tidak pernah mempunyai syak wasangka terhadap siswa, bertindak adil (tidak pernah membedakan siswa dari segi agama, suku, asal-usul dan sebagainya yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah).
3. Guru yang baik adalah yang dapat menyembunyikan perasanaannya dari pandangan siswa.
4. Guru yang baik adalah guru yang dapat memandang semua siswanya sama, seshingga tidak mempunyai siswa kesayangan.
5. Guru yang baik adalah guru yang mampu meciptakan lingkungan belajar yang menarik, bebas, member dorongan kepada siswanya untuk sadar dan mau belajar demi belajar.
6. Guru yang baik adalah guru yang konsisten, tidak pernah berubah-ubah pendirian, lupa, berperasaan tinggi atau rendah, atau sering berbuat kesalahan.
7. Guru yang baik adalah guru yang pandai, cekatan, mampu memberikan jawaban semua pihak sehingga pihak yang mengajukan pertanyaan menjadi puas, bijaksana dalam memperlakukan siswa.
8. Guru yang baik adalah guru yang sanggup memberikan bantuan secara maksimal kepada siswa sehingga siswa-siswi tersebut dapat berkembang secara optimal di sekolah.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa guru
yang baik haruslah mempunyai kelebihan dalam segala hal: harus lebih baik,
lebih memiliki pengalaman, lebih menguasai pengetahuan, lebih sempurna
dibandingkan dengan orang lain. Kepada mereka yang ingin mendapat julukan guru
yang baik harus sabar, membei banyak kebebasan pada siswa, jujur, konsisten,
cermat, dan lain-lain.
Seorang guru dituntut untuk lebih baik dari segala hal. Dan jangan sampi kekurangannya nampak didepan siswanya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa guru yang baik harus berbudi luhur, Menurut Thomas Gordon, guru yang baik adalah guru yang manusia biasa, yakni guru yang mempunyai keunikan sendiri yang tidak sama dengan guru lain. Mereka ingin lebih dekat dengan siswanya yang merupakan manusia juga. Maka dapat dikatakan bahwa model hubungan yan baik anatara guru dan siswa adalah apabila guru dan siswa sama-sama pernah merasakan menang dan merasakan kalah .
Siswa akan dapat belajar dengan baik apabila dapat terjalin hubungan yang baik antara guru dengan siswa. Menurut Thomas Gordon, hubungan yang baik antara guru dengan siswa adalah hubungan yang :
1. Memiliki keterbukaan (openness or transparency) sehingga masing-masing pihak merasa bebas bertindak dan saling menjaga kejujuran.
2. Mengandung rasa saling menjaga, saling membutuhkan serta saling berguna bagi pihak lain.
3. Diwarnai oleh rasa saling tergantung satu sama lain.
4. Masing-masing pihak meraskaan terpisah satu sama lin sehingga saling memberikan kesempatan untuk mengembangkan keunikannya, kreativitasnya dan individualisasinya.
5. Dirasakan oleh masing-masing pihak sebagai tempat bertemunya kebutuhan-kebutuhan sehingga kebutuhan satu pihak hanya dapat terpenuhi bersama-sama dengan dan melalui terpenuhinya kebutuhan pihak lain.
C. Hubungan guru dan murid
mempengaruhi prestasi murid disekolah
Hubungan
guru dengan murid memiliki hubungan dengan prestasi siswa. Bukan maksud Wobber
untuk menyimpulkan keeratan hubungan antara guru dan siswa itu memiliki
berakibat pada meningkatnya prestasi siswa. Namun, ia menekankan bahwa semakin
erat keterikatan dan semakin kuat bentuk kontrol yang terjalin antara guru dan
siswa, semakin baik prestasi siswa.
Keterikatan
hubungan antara guru dan siswa itu melibatkan adanya kejujuran, keterbukaan,
dan saling penghormatan antara guru dan siswa. Hubungan ini membuat atmosfer
kelas berubah menjadi ruang kesempatan seluas-luasnya bagi siswa untuk belajar
dengan menyenangkan dengan apapun. Di aspek lain, hubungan antara guru dan
siswa yang bersifat kontrol itu juga penting karena ini dapat mempermudah guru
untuk mengatur kelas, mempermudah guru memberi instruksi kepada siswa, dan
mendapat perhatian siswa ketika ia berpresentasi.
Lebih
lanjut, hasil penelitian Wobber yang berjudul “The Comparison of
Teacher-Students Relationship between Netherland and Indonesia"
menunjukan hubungan guru-siswa di Belanda lebih cenderung bersifat terikat (affiliative),
sedangkan di Indonesia lebih cenderung bersifat kontrol. “Dominannya Guru-guru
di Indonesia itu
directive danauthoritative sedangkan
guru-guru di Belanda lebih bersifat toleran.” Tentunya Wobber menyadari bahwa
ada pengaruh budaya yang membuat dua negara ini memiliki karakter hubungan
guru-siswa yang berbeda. “Di Belanda, power distanceitu rendah
sedangkan Indonesia termasuk bangsa berkarakter power distance yang tinggi”.
Kendati
demikian, dia merekomendasikan Indonesia untuk menerapkan kedekatan hubungan
guru dan siswa yang bersifat terikat. “Pasalnya, keterikatan dan kontrol itu
faktor yang mendukung satu sama lain dalam kesuksesan kegiatan di kelas, jadi
ada baiknya guru di Indonesia memikirkan bagaimana mengadaptasi bentuk hubungan
keterikatan yang sesuai dengan budayanya”, terangnya. Sebagai contoh dari hal
termudah, hubungan keterikatan di kelas bisa ditunjukan dengan bahasa
non-verbal seperti menjelaskan pelajaran sambil berjalan mendekati siswa-siswa
ketimbang duduk saja di meja, menjelaskan pelajaran dibantu dengan gerakan
tubuh atau ekspresi muka, dan menggunakan candaan di kelas. “Yang terpenting,
guru harus mampu membangun kedekatan antarpersonal sekaligus mampu mengontrol
kelas tanpa membuat siswa menyadari bahwa dia di dalam kontrol.”, terangnya.
Namun,
rekomendasi dari hasil penelitian ini bisa saja hanya berstatus lips
service. Jadi, agar keterikatan hubungan guru dan siswa ini bisa tertanam
sebagai karakter guru dan siswa, Wobber menekankan pentingnya internalisasi
pengetahuan kewarganegaraan “Di Belanda, demokrasi diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga ada proses mendengar satu sama lain, bahkan
antara guru dan siswa, sehingga terjadi kesalingpahaman dan akhirnya terjalin
hubungan saling menghargai dan mendukung.”, jelas Dekan Faculty of
Social and Behavior Science dari Utrecth University ini.
BAB
III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Respons anak terhadap setiap guru berbeda-beda karena tergantung pada berbagai-bagai faktor, antara lain pribadi guru itu sendiri, tanggapannya terhadap peranannya, pribadi anak dengan latar belakang pendidikannya dalam keluaga, usia anak, masyarakat dengan konsep serta penghargaan mereka atas pendidikan dan peranan guru, adat-istiadat, suasana sekolah dan kelas, struktur dan golongan sosial murid, dan sebagainya.
Respons anak terhadap setiap guru berbeda-beda karena tergantung pada berbagai-bagai faktor, antara lain pribadi guru itu sendiri, tanggapannya terhadap peranannya, pribadi anak dengan latar belakang pendidikannya dalam keluaga, usia anak, masyarakat dengan konsep serta penghargaan mereka atas pendidikan dan peranan guru, adat-istiadat, suasana sekolah dan kelas, struktur dan golongan sosial murid, dan sebagainya.
Kita dapat mengklasifikasikan guru dalam dua
tipe, yakni yang otoriter-dominatif dan yang demokratis-integratif. Berdasarkan
klasifikasi itu dapat kita kumpulkan data tentang respons murid terhadap tipe
guru. Sikap anak mungkin juga dipengaruhi oleh sikap orangtua terhadap guru dan
suasana dalam keluarga.
Ada kemungkinan terdapat perbedaan
antara respons anak-anak SD dan murid-murid SM. Murid-murid SM yang harus
dipersiapkan untuk Perguruan Tinggi dan harus banyak belajar perlu didorong dan
dipaksa. Untuk itu mereka inginkan guru yang berwibawa, otoriter, disipliner
atau dominatif. Dalam bidang akademis akademis tampaknya guru otoriteer lebih berhasil daripada
guru demokratis-integratif. Namun masih perlu dipertanyakan apakah guru
otoriter lebih berhasil dalam segala aspek pendidikan pada semua tingkat
sekolah? Apakah hasil yang sama tidak dapat dicapai oleh guru demokratis dengan
mengajarkan ank teknik belajar yang efektif?
Hasil belajar murid, khususnya dalam bidang
akademis, banyak bergantung pada kemampuan guru mengajar. Dalam bidang lain,
seperti bidang afektif, kita tidak mengetahui bagaimanakah pengaruh guru
terhadap perkembangan pribadi atau watak anak. Namun dari sekolah diharapkan agar
anak dikembangkan menjadi warga negara yang baik yang mengenal, menghargai
serta menerapkan nilai-nilai dan norma yang dijunjung tinggi oleh Bangsa dan
Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution S. 1983.
Sosiologi Pendidikan, Bandung : Jemmars.
Nasution S. 2009. Sosiologi
Pendidikan, Jakarta : PT.Bumi Aksara.
Djumhur,
Surya. 1897. Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah, Bandung : C.V Ilmu.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking